Jagad Warta – Surabaya, Sidang lanjutan, perkara dugaan pemalsuan produk Minyak Atsiri/Essential Oil Merek Natuna dan Natuna Essential dengan jenis Essential Oil dan Merek Skincare, bergulir diruang Sari 3, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (9/10/2023).
Dalam perkara tersebut, Ivan Kristanto yang ditetapkan, sebagai terdakwa adalah kakak kandung dari Nadia Dwi Kristanto (pelapor), oleh, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Jatim, Farida Hariani, menuntut pidana penjara selama 4 bulan.
Dalam bacaan tuntutan, JPU, menganggap terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah terkait sediaan farmasi.
” Perbuatan terdakwa terbukti melanggar Pasal 197 UU Nomor 36 Tahun 2009, tentang Kesehatan yang telah diubah dengan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020. Menuntut terdakwa dengan hukuman selama 4 bulan penjara,” kata JPU.
Usai sidang, Nadia Dwi Kristanto selaku, Pelapor, menyatakan, tuntutan JPU sangatlah tidak masuk masuk akal.
Masih menurutnya, seluruh keterangan, bukti hingga sejumlah fakta sidang terbukti kalau terdakwa (kakaknya) telah melanggar pidana sesuai dakwaan JPU dan penyidik kepolisian.
” Tuntutannya, tidak masuk akal. Padahal terbukti mutlak bersalah melakukan pemalsuan merek dan tidak ada izin edar,” keluhnya saat dikonfirmasi.
Lebih lanjut, Nadia menegaskan, bila tuntutan dan putusannya nanti ringan maka akan menjadi percontohan bagi khalayak umum untuk melakukan aksi pidana serupa. Terutama melakukan plagiasi produk kecantikan yang membahayakan konsumen.
” Pemalsu skincare dan essential oil Natuna tak berizin edar hanya dituntut 4 bulan. Ini akan menjadikan banyak oknum menjual kosmetika tanpa izin edar dan akan marak serta tidak ada kapoknya di Indonesia?.
Ini bisa jadi preseden buruk bagi Indonesia, khususnya, Jatim dan Surabaya,” tandasnya.
Untuk diketahui, terdakwa dilaporkan Nadia Dwi Kristanto (adik terdakwa) ke polisi usai tak terima merk dan penjualan essentials oil miliknya, dijual terdakwa tanpa seizinnya.
Penjualan dilakukan, terdakwa setelah keduanya, memutuskan pecah kongsi dan tidak tinggal bersama di ruko yang bersandingan dan berbisnis bersama.
Dalam fakta persidangan sebelumnya, Nadia menerangkan, pada medio 2016 lalu, ia dan terdakwa sepakat merintis usaha dengan memproduksi produk yang diberi nama Natuna Essential dengan jenis essential oil.
Namun, lambat laun kesepakatan tersebut, dinilai tak sesuai. Ia merasa semakin merugi lantaran, tak diberi keuntungan sepeser pun dari hasil penjualan produk dan merk yang diklaim sebagai resep pribadinya dan dibuat secara otodidak.
” Itu (resep) saya dapat secara otodidak, karena sering ditekan sama kakak, ini hanya saya yang tahu resep dan formulanya, termasuk cara produksinya,” kata Nadia.
Setahun kemudian tepatnya, pada medio 2017, bisnis skincare dan essential oil tersebut, mulai ‘goyang.
Dua tahun kemudian, 18 September 2019, Nadia dan Ivan berseteru lalu, Ivan memutuskan untuk meninggalkan Nadia.
Sebelum pergi, Nadia mengungkapkan, terdakwa sempat merusak pintu ruko, mengambil alat produksi hingga resep atau formula skincare.
Menurut Nadia, Ivan juga merusak ruko tanpa sepengetahuannya.
” Malam itu, rukonya dibuka paksa oleh, orang suruhan Ivan. Sejumlah alat, resep, dan invoice diambil,” sambung Nadia.
Dua tahun berlalu, Nadia tidak bisa produksi dan jualan hingga mulai 2019 lalu, pada tahun 2021, Maria (rekan kerja) bangkit lagi dan memutuskan untuk bekerjasama dengan temannya.
Nadia tambah terkejut, ketika mengetahui, terdakwa memproduksi dan menjual produk yang diklaim sebagai miliknya sendiri.
“Nama, merek, hingga resep yang digunakan terdakwa adalah milik saya. Yang jadi masalah, terdakwa ini jual produk saya di toko online di Shopee yang ada BPOM, semua bukti ada (sudah diserahkan penyidik) ,” ungkapnya.
Dulu sebelum pecah kongsi sudah saya ajukan pendaftaran merek atas nama saya. Saat itu, masih bentuk CV, produksi di dalam ruko dan belum ada (manajemen perusahaan),” terang Nadia.
Nadia mengklaim, produk dan merk milik terdakwa adalah miliknya, yang dibuat sejak lama. Bahkan, salah satu brandnya, Natuna Essentials sudah ada izin BPOM.
Selanjutnya, setengah tahun kemudian, dari 2020 pertengahan di daftarkan sendiri dengan produk serupa, HAKI miliknya didaftarkan di 2018. H & R.