Jagad Warta – Surabaya, Notaris Devi Crisnawati yang sedang menjalani masa tahanan di Lapas wanita Porong, terpaksa kembali diadili dengan perkara lain.
Banyaknya, perkara tindak pidana penipuan yang disangkakan, diperkirakan, Notaris Devi Crisnawati bakal lebih lama menetap dalam sel.
Dipersidangan, yang bergulir di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu, (18/10/2023), Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tanjung Perak Surabaya, Estik Dilla, menghadirkan, 3 orang guna dimintai keterangan sebagai saksi.
Rudi mengawali keterangannya, berupa, orang tuanya, meminta tolong kepada dirinya, guna melakukan cek sertifikat rumah yang beralamatkan, di Jalan. Pengampon Surabaya.
Kemudian Rudi meminta kakak sepupu lantaran, telah kenal baik dengan Notaris Devi Crisnawati.
Lebih lanjut, pada 2019, kakak sepupu beserta istri menyerahkan, sertifikat ke Notaris Devi Crisnawati guna dimintai tolong mengurus atau mengecek sertifikat karena melalui, informasi sertifikat yang lama agar segera di perbarui.
” Sertifikat kami, masih bentuk lama belum yang terbaru. Saat itu, terdakwa katakan, siap ,” tuturnya.
Penyerahan sertifikat tidak ada surat serah terima karena berdasar salin percaya. 2 bulan kemudian, kami berkomunikasi dengan terdakwa sekaligus menanyakan, kapan sertifikatnya selesai.
Kala itu, terdakwa menjawab belum selesai karena butuh proses waktu agak lama dengan alasan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Surabaya, tidak berkenan guna mengecek sertifikat dan harus diperbarui.
” Katanya, BPN tidak mau karena sertifikat masih bentuk logo yang lama dan harus diperbarui ,” beber saksi.
Lambat laun, waktu berjalan secara tiba tiba ada orang yang tidak saya kenal datang sembari mengatakan, rumahnya dijual berapa ?.
Kerapnya, orang yang awalnya tidak dikenal makin menjadi tahu orang tersebut, yakni , Adi Wijaya pernah mengucapkan, bahwa sertifikat berada di tangannya.
Secara spontan, dirinya, menjawab tidak tahu menahu dengan Adi Wijaya. Sehingga, dirinya, terpaksa kerap telepon ke Notaris Devi Crisnawati.
” Sejak terdakwa kerap tidak menjawab telepon dan ketika itu diterima suami terdakwa hanya memberi jawaban tidak tahu menahu ,” bebernya.
Saksi menambahkan, usut punya usut ternyata Adi Wijaya meminjami dana ke terdakwa dan sertifikat itu dijadikan agunan.
Perihal sertifikat yang diagunkan tersebut, saksi menerangkan tidak pernah ada konfirmasi dari terdakwa jika sertifikat dijadikan agunan.
Meski sertifikat dalam agunan namun, saksi menyampaikan, hingga perkara ini, berproses ke meja hijau obyek masih dalam penguasaan dirinya.
Sedangkan, Kakak Sepupu, dalam keterangan mengatakan, saat menemui terdakwa dalam lapas, dirinya meminta bantuan terdakwa guna membuat surat pernyataan pengakuan atas perilaku terdakwa.
” Secara kemanusiaan saya mengampuni perbuatan terdakwa tapi proses hukum tetap berlanjut ,” terangnya.
Usai para saksi memberikan keterangannya, Sang Pengadil memberi kesempatan terhadap terdakwa untuk menanggapi. Dalam kesempatan tersebut, terdakwa mengamini keterangan para saksi.
Dalam perkara ini, JPU menjerat terdakwa sebagaimana yang diatur dan diancam dalam pasal 372 dan pasal 378 KUHP. MET.