Jagad Warta – Surabaya, Sidang lanjutan, yang membelenggu H.Zainal Adym, sebagai terdakwa atas sangkaan pemalsuan surat bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Senin, (01/08/2022).
Dipersidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU), dari Kejaksaan Tanjung Perak Surabaya, Diah Ratri Hapsari, tampak hadirkan 3 orang saksi guna dimintai keterangan.
Adapun, ke-tiga saksi diantaranya, Ferry Widargo, Lina selaku, pegawai Dinas Koperasi Kota Surabaya dan Yogi sebagai Pegawai Dinas Koperasi Jawa Timur.
Ferry mengawali keterangannya, berupa, bahwa, dalam perkara ini diketahuinya, setelah ada eksekusi rumah di Jalan. Prapanca nomor 29 dari Pengadilan Negeri Surabaya.
“Setelah adanya eksekusi, saya mencoba menelusuri dan melakukan gugatan di Pengadilan Negeri Surabaya ,” ungkapnya.
Lebih lanjut, informasinya rumah tersebut, dijaminkan di Koperasi Assyadziliyah dan tidak membayar hingga dieksekusi.
Padahal rumah milik saya, diperoleh membeli dari Ir.Bambang Sumi Iwantoro, pada medio 2015 silam melalui, Notaris Setyoyadi, dengan harga 1 Milyard dan terbitlah SHM nomor 290.
Sedangkan, Bambang (penjual), mendapatkan rumah dari Soebiantoro (Alm) yang merupakan ayahnya dari SHGB nomor 221.
Dari penelusuran, telah diketahui informasi bahwa Soebintoro telah meminjam uang di Koperasi tersebut pada tahun 1996. Padahal Bambang bilang kalau, Soebiantoro itu meninggal di tahun 1989 serta lebih anehnya, Koperasi tersebut tidak ditemukan.
Disinggung oleh Penasehat Hukum terdakwa, Rudolf Ferdinand Purba Siboro, terkait adanya Surat Kuasa Jual dari Bambang dan apakah saksi mengenal terdakwa serta siapa yang menerima uang pembelian Rumah tersebut ?.
Ferry menanggapi berupa, dirinya dengan terdakwa tidak mengenal dan tidak pernah berhubungan, untuk uang pembelian rumah itu yang menerima adalah Bambang.
Atas jawaban saksi memantik Penasehat Hukum, Rudolf, melontarkan pertanyaan, kenapa saksi tidak melaporkan, Bambang ?.
Ferry-pun, memberikan tanggapan berupa, saat itu saya percayakan saja dan transaksi ada Notaris juga ada gugatan yang didaftarkan dengan amar putusannya ditolak.
Sesi selanjutnya, Lina dan selaku, Dinas Koperasi dalam keterangannya, mengatakan, terkait perkara ini tidak mengetahui.
Hanya saja untuk Koperasi Assyadziliyah berdasarkan data tidak ada di Kota Surabaya.
Lain halnya, Yogi dalam keterangannya, menjelaskan, bahwa Koperasi tersebut, masuk kategori Primer Kabupaten atau Kota, khususnya, Kota Blitar yang berarti anggota koperasinya adalah warga Blitar atau ber KTP Blitar, jadi kewenangannya ada di Kabupaten atau Kota Blitar.
Usai mendengar keterangan para saksi terdakwa menanggapi dengan menyatakan, keterangan tersebut, tidak benar,
” Saya tahunya juga setelah ada gugatan di PN Surabaya,” ungkap terdakwa.
Diruang yang lain, Penasehat Hukum terdakwa, Rudolf saat ditemui, mengatakan, terkait jual beli Ferry Widargo dengan Bambang Sumi Iwantoro sehingga terbit SHM Nomer 290 atas nama Ferry Widargo.
Masih menurut, Rudolf, keluarnya SHM Nomer 290 berdasarkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomer 221 dan informasinya, SHGB Nomer 211 itu telah dimatikan karena hilang.
Atas hilangnya, sertifikat yang dimaksud, maka dikeluarkan Sertifikat kedua yakni, Hak Guna Bangunan nomor 50 Kelurahan Darmo dengan nama pemegang hak Raden Soebiantoro.
“ Dari peristiwa diatas, Khan !, jadi aneh. Seharusnya, SHGB yang dinyatakan hilang atau dimatikan kemudian terbit SHGB kedua nomernya tidak berubah,” bebernya.
Berdasarkan surat dakwaan, pada (17/7/1996), bertempat di Kantor Koperasi “Assyadziliyah” , perwakilan Surabaya Jalan. Soponyono nomor 21 Prapen Surabaya, terdakwa membuat surat perjanjian hutang sebesar 684 Juta.
Surat perjanjian hutang tertuang dengan jangka tempo setahun sampai (17/7/1997), dengan jaminan Sertifikat Hak Guna Bangunan No 221, obyek tanah dan bangunan yang terletak di Jalan.Prapanca No 29 Surabaya, yang ditandatangani oleh, terdakwa sebagai yang menerima perjanjian, seolah-olah ditandatangani oleh Soebiantoro sebagai yang membuat perjanjian dan disetujui.
Pada kenyataannya, Soebiantoro yang seolah-olah menandatangi surat perjanjian hutang sebenarnya, telah meninggal pada (22/1/1989).
Atas perbuatannya, terdakwa dijerat sebagaimana yang diatur dalam pasal 263 ayat 1 KUHP.